December 7, 2024

Sejarah Politik Agraria di Indonesia

Politik agraria di Indonesia memiliki sejarah panjang dan rumit, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor, mulai dari sistem kolonial hingga perkembangan politik pasca kemerdekaan. Kebijakan agraria yang diterapkan selama masa kolonial Belanda memiliki dampak signifikan terhadap kondisi sosial dan ekonomi masyarakat Indonesia, dan terus berlanjut hingga saat ini. Perjalanan politik agraria ini menjadi cerminan perjuangan panjang rakyat Indonesia dalam memperjuangkan hak-hak mereka atas tanah.

Timeline Politik Agraria di Indonesia

Untuk memahami perjalanan politik agraria di Indonesia, mari kita telusuri timeline penting yang menandai berbagai peristiwa dan kebijakan yang berpengaruh besar:

Tahun Peristiwa/Kebijakan Dampak
1870 Penerapan Agrarische Wet (UU Agraria) Menimbulkan kesenjangan sosial dan ekonomi yang besar, memisahkan rakyat dengan tanahnya, dan memicu perlawanan dari masyarakat.
1945 Proklamasi Kemerdekaan Indonesia Mempunyai harapan baru untuk mewujudkan keadilan agraria dan mereformasi sistem pertanahan.
1960 Penerbitan UU Pokok Agraria (UUPA) Menetapkan sistem tanah di Indonesia sebagai hak milik, hak guna usaha, dan hak guna bangunan.
1998 Reformasi Politik dan Ekonomi Membuka peluang untuk melakukan reformasi agraria yang lebih komprehensif.
2009 Penerbitan UU No. 41 Tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan Upaya untuk melindungi lahan pertanian dari alih fungsi.
2019 Revisi UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Membangkitkan kontroversi terkait dengan pasal-pasal yang dinilai merugikan rakyat, khususnya terkait dengan pertanahan.

Dampak Kebijakan Agraria Kolonial

Kebijakan agraria kolonial Belanda, khususnya Agrarische Wet, memiliki dampak yang sangat merugikan bagi masyarakat Indonesia. Sistem ini secara sistematis menguasai tanah dan sumber daya alam di Indonesia untuk kepentingan kolonial, memisahkan rakyat dengan tanahnya, dan menciptakan kesenjangan sosial dan ekonomi yang besar.

  • Pengambilan Tanah Rakyat: Agrarische Wet memberikan hak bagi Belanda untuk menguasai tanah-tanah di Indonesia, yang kemudian disewakan kepada perusahaan-perusahaan Belanda. Hal ini menyebabkan rakyat kehilangan akses atas tanah mereka dan terjebak dalam kemiskinan.
  • Kesenjangan Sosial dan Ekonomi: Sistem kolonial menciptakan kesenjangan yang tajam antara penduduk pribumi dan orang-orang Eropa. Orang-orang Eropa memiliki akses yang lebih besar terhadap sumber daya dan kekayaan, sementara rakyat pribumi terpinggirkan dan hidup dalam kemiskinan.
  • Munculnya Perlawanan: Kebijakan agraria kolonial memicu perlawanan dari rakyat Indonesia. Berbagai gerakan perlawanan muncul, seperti perlawanan di Banten, Jawa Barat, dan Sumatera, yang menentang penindasan dan ketidakadilan yang terjadi.

Peran Gerakan Agraria

Gerakan agraria telah memainkan peran penting dalam memperjuangkan hak-hak masyarakat atas tanah di Indonesia. Gerakan ini muncul sebagai respon terhadap kebijakan agraria yang tidak adil dan merugikan rakyat.

  • Menuntut Keadilan: Gerakan agraria menuntut keadilan dalam akses terhadap tanah, penghentian penggusuran, dan pengakuan hak-hak masyarakat adat atas tanah.
  • Mendorong Reformasi Agraria: Gerakan agraria mendorong pemerintah untuk melakukan reformasi agraria yang komprehensif, dengan tujuan untuk mewujudkan keadilan sosial dan ekonomi di bidang pertanahan.
  • Mempromosikan Hak Asasi Manusia: Gerakan agraria juga mempromosikan hak asasi manusia, khususnya hak atas tanah dan tempat tinggal. Gerakan ini memperjuangkan hak-hak masyarakat miskin dan terpinggirkan untuk memiliki akses yang adil terhadap tanah dan sumber daya alam.

Kebijakan Agraria Saat Ini

Kebijakan agraria di Indonesia saat ini masih terus berkembang dan mengalami berbagai dinamika. Kebijakan ini mengatur tentang penguasaan, pemilikan, penggunaan, dan pengelolaan tanah di Indonesia.

Pelajari secara detail tentang keunggulan pengaruh pemilu legislatif terhadap politik Indonesia yang bisa memberikan keuntungan penting.

Kebijakan Agraria di Indonesia Saat Ini

Kebijakan agraria di Indonesia saat ini diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan, di antaranya:

  • Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok Agraria (UUPA)
  • Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
  • Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
  • Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Pembatalan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan

UUPA menjadi dasar hukum utama dalam mengatur kebijakan agraria di Indonesia. UUPA mengatur tentang hak-hak atas tanah, termasuk hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, dan hak pakai. UUPA juga mengatur tentang kewajiban pemilik tanah dan cara penyelesaian sengketa tanah.

Temukan tahu lebih banyak dengan melihat lebih dalam duniadalamberita.info ini.

Contoh Kasus Konflik Agraria

Di Indonesia, konflik agraria sering terjadi dan melibatkan berbagai pihak, seperti masyarakat adat, petani, perusahaan, dan pemerintah. Berikut beberapa contoh kasus konflik agraria yang terjadi di Indonesia:

  • Konflik agraria di Desa Wadas, Purworejo, Jawa Tengah, terkait dengan penambangan batu andesit untuk pembangunan Bendungan Bener. Masyarakat adat di Desa Wadas menolak rencana penambangan karena dinilai mengancam kelestarian lingkungan dan mata pencaharian mereka.
  • Konflik agraria di Kabupaten Merauke, Papua, terkait dengan perkebunan sawit yang dikelola oleh perusahaan. Masyarakat adat di Kabupaten Merauke menuntut hak atas tanah mereka yang telah digarap oleh perusahaan tanpa izin.
  • Konflik agraria di Kabupaten Lebak, Banten, terkait dengan perkebunan teh yang dikelola oleh perusahaan. Masyarakat adat di Kabupaten Lebak menuntut hak atas tanah mereka yang telah digarap oleh perusahaan tanpa izin.

Faktor Penyebab Konflik Agraria

Ada beberapa faktor yang menyebabkan konflik agraria di Indonesia, di antaranya:

  • Ketidakjelasan status kepemilikan tanah. Banyak tanah di Indonesia yang tidak memiliki sertifikat hak milik, sehingga terjadi tumpang tindih kepemilikan dan menimbulkan sengketa.
  • Kurangnya akses informasi dan edukasi tentang kebijakan agraria. Banyak masyarakat yang tidak mengetahui hak dan kewajiban mereka terkait dengan tanah, sehingga mudah dimanfaatkan oleh pihak lain.
  • Peran pemerintah yang lemah dalam menyelesaikan konflik agraria. Seringkali pemerintah tidak netral dan cenderung memihak salah satu pihak dalam konflik.
  • Korupsi dan Kolusi. Ada oknum yang memanfaatkan jabatannya untuk memperkaya diri dengan menguasai tanah secara ilegal.

Peran Pemerintah dalam Menyelesaikan Konflik Agraria

Pemerintah memiliki peran penting dalam menyelesaikan konflik agraria di Indonesia. Peran pemerintah meliputi:

  • Menegakkan hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku terkait dengan agraria.
  • Memfasilitasi dialog dan mediasi antara pihak-pihak yang berkonflik.
  • Memberikan bantuan hukum dan pendampingan kepada masyarakat yang terdampak konflik agraria.
  • Melakukan reformasi agraria untuk memastikan keadilan dan kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia.

Dampak Politik Agraria terhadap Masyarakat

Kebijakan agraria di Indonesia, yang mengatur tentang hak kepemilikan dan penggunaan tanah, memiliki dampak yang luas terhadap masyarakat. Dampak ini dapat bersifat positif maupun negatif, dan bergantung pada berbagai faktor seperti jenis kebijakan, implementasi, dan kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat. Artikel ini akan membahas secara rinci dampak kebijakan agraria terhadap kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat pedesaan, mengidentifikasi kelompok masyarakat yang paling terdampak, serta merancang solusi untuk mengatasi dampak negatif yang muncul.

Dampak Positif Kebijakan Agraria

Kebijakan agraria yang tepat dapat memberikan dampak positif bagi masyarakat, terutama di pedesaan. Berikut beberapa contohnya:

  • Meningkatkan akses terhadap tanah: Kebijakan yang bertujuan untuk meredistribusikan tanah kepada masyarakat miskin dapat membantu mereka mendapatkan akses terhadap sumber penghidupan dan meningkatkan kesejahteraan. Misalnya, program reforma agraria yang bertujuan untuk memberikan sertifikat tanah kepada petani kecil, dapat membantu mereka mendapatkan akses terhadap kredit, pupuk, dan teknologi pertanian, sehingga meningkatkan produktivitas dan pendapatan mereka.
  • Mendorong pertumbuhan ekonomi: Kebijakan agraria yang mendukung sektor pertanian dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di pedesaan. Misalnya, kebijakan yang memberikan insentif bagi pengembangan pertanian organik, agroekologi, dan sistem pertanian berkelanjutan dapat membantu meningkatkan pendapatan petani, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan kualitas lingkungan.
  • Meningkatkan ketahanan pangan: Kebijakan agraria yang mendorong produksi pangan lokal dapat meningkatkan ketahanan pangan nasional. Misalnya, kebijakan yang memberikan subsidi kepada petani untuk menanam pangan pokok, dapat membantu meningkatkan produksi pangan dan mengurangi ketergantungan pada impor.

Dampak Negatif Kebijakan Agraria

Di sisi lain, kebijakan agraria yang tidak tepat atau implementasinya yang buruk dapat menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat. Berikut beberapa contohnya:

  • Konflik agraria: Kebijakan agraria yang tidak adil atau tidak transparan dapat memicu konflik agraria antara masyarakat dengan perusahaan, pemerintah, atau bahkan sesama masyarakat. Konflik ini dapat menyebabkan kerugian ekonomi, sosial, dan bahkan mengancam keselamatan jiwa.
  • Kemiskinan dan pengangguran: Kebijakan agraria yang tidak berpihak pada masyarakat miskin dapat memperburuk kemiskinan dan pengangguran. Misalnya, kebijakan yang mempermudah perusahaan untuk menguasai tanah dapat menyebabkan penggusuran masyarakat dari lahan pertanian mereka, sehingga kehilangan mata pencaharian dan terjerumus ke dalam kemiskinan.
  • Kerusakan lingkungan: Kebijakan agraria yang tidak memperhatikan aspek lingkungan dapat menyebabkan kerusakan lingkungan. Misalnya, kebijakan yang mempermudah perizinan pertambangan dapat menyebabkan kerusakan hutan, pencemaran air, dan tanah, yang pada akhirnya akan merugikan masyarakat secara keseluruhan.

Dampak Kebijakan Agraria terhadap Kehidupan Sosial dan Ekonomi Masyarakat Pedesaan

Kebijakan agraria memiliki dampak yang signifikan terhadap kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat pedesaan. Dampak ini dapat dilihat dari beberapa aspek, seperti:

  • Struktur sosial: Kebijakan agraria dapat mempengaruhi struktur sosial masyarakat pedesaan. Misalnya, kebijakan yang mendukung sistem pertanian tradisional dapat membantu mempertahankan budaya dan nilai-nilai lokal, sementara kebijakan yang mendorong industrialisasi pertanian dapat menyebabkan perubahan struktur sosial dan budaya masyarakat pedesaan.
  • Perekonomian: Kebijakan agraria dapat mempengaruhi perekonomian masyarakat pedesaan. Misalnya, kebijakan yang memberikan akses terhadap kredit dan pupuk dapat membantu meningkatkan pendapatan petani, sementara kebijakan yang menguntungkan perusahaan dapat menyebabkan kesenjangan ekonomi antara masyarakat pedesaan dan perkotaan.
  • Kesejahteraan: Kebijakan agraria dapat mempengaruhi kesejahteraan masyarakat pedesaan. Misalnya, kebijakan yang memberikan akses terhadap layanan kesehatan dan pendidikan dapat meningkatkan kualitas hidup masyarakat pedesaan, sementara kebijakan yang tidak memperhatikan aspek kesehatan dan pendidikan dapat menyebabkan penurunan kesejahteraan masyarakat pedesaan.

Kelompok Masyarakat yang Paling Terdampak

Tidak semua kelompok masyarakat terdampak sama oleh kebijakan agraria. Beberapa kelompok masyarakat yang paling terdampak oleh kebijakan agraria adalah:

  • Petani kecil: Petani kecil adalah kelompok masyarakat yang paling rentan terhadap dampak negatif kebijakan agraria. Mereka seringkali kehilangan akses terhadap tanah akibat penggusuran, alih fungsi lahan, dan kesulitan mendapatkan kredit dan pupuk.
  • Masyarakat adat: Masyarakat adat seringkali menghadapi konflik agraria akibat klaim kepemilikan tanah mereka yang diabaikan oleh pemerintah atau perusahaan. Mereka kehilangan akses terhadap sumber daya alam, dan budaya mereka terancam punah.
  • Buruh tani: Buruh tani adalah kelompok masyarakat yang rentan terhadap eksploitasi dan upah rendah. Mereka seringkali tidak memiliki jaminan sosial dan akses terhadap layanan kesehatan dan pendidikan yang memadai.

Solusi untuk Mengatasi Dampak Negatif Kebijakan Agraria

Untuk mengatasi dampak negatif kebijakan agraria, diperlukan berbagai solusi, antara lain:

  • Penguatan tata kelola agraria: Penguatan tata kelola agraria meliputi penegakan hukum, transparansi, dan partisipasi masyarakat dalam pengambilan keputusan. Hal ini bertujuan untuk mencegah konflik agraria, meningkatkan akses terhadap tanah, dan memastikan keadilan bagi semua pihak.
  • Reforma agraria: Reforma agraria adalah proses redistribusi tanah kepada masyarakat miskin dan petani kecil. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan akses terhadap sumber penghidupan, meningkatkan kesejahteraan, dan mengurangi kesenjangan ekonomi.
  • Pengembangan pertanian berkelanjutan: Pengembangan pertanian berkelanjutan bertujuan untuk meningkatkan produktivitas pertanian tanpa merusak lingkungan. Hal ini dapat dilakukan dengan menerapkan teknologi ramah lingkungan, meningkatkan efisiensi penggunaan air dan pupuk, dan mengembangkan sistem pertanian organik dan agroekologi.
  • Peningkatan akses terhadap pendidikan dan kesehatan: Peningkatan akses terhadap pendidikan dan kesehatan dapat membantu meningkatkan kualitas hidup masyarakat pedesaan, mengurangi kemiskinan, dan memperkuat posisi tawar mereka dalam menghadapi kebijakan agraria.

Isu-isu Terkini dalam Politik Agraria

Politik agraria di Indonesia selalu dinamis, dengan berbagai isu yang muncul seiring berjalannya waktu. Di era digital dan perubahan iklim ini, isu-isu tersebut semakin kompleks dan memerlukan perhatian serius. Mari kita bahas beberapa isu terkini yang sedang menjadi sorotan.

Konflik Agraria dan Penegakan Hukum

Konflik agraria masih menjadi permasalahan pelik di Indonesia. Perebutan lahan antara masyarakat, perusahaan, dan pemerintah seringkali berujung pada kekerasan dan ketidakadilan. Ketimpangan akses terhadap sumber daya dan lemahnya penegakan hukum menjadi faktor utama penyebab konflik.

  • Contoh kasus: Konflik agraria di Desa [nama desa], [nama provinsi], antara masyarakat adat dengan perusahaan perkebunan sawit. Masyarakat adat mengklaim lahan tersebut sebagai tanah ulayat mereka, sementara perusahaan memiliki izin konsesi dari pemerintah. Konflik ini telah berlangsung selama bertahun-tahun dan belum menemukan solusi yang adil.

Peran Teknologi dalam Pengelolaan Lahan dan Konflik Agraria

Teknologi memiliki potensi besar untuk membantu menyelesaikan konflik agraria dan meningkatkan pengelolaan lahan. Sistem informasi geografis (SIG) dan teknologi pemetaan dapat digunakan untuk memetakan kepemilikan lahan, mengidentifikasi wilayah konflik, dan memantau perubahan penggunaan lahan.

  • Contohnya, platform digital [nama platform] yang menyediakan data spasial tentang kepemilikan lahan dan penggunaan lahan dapat membantu dalam menyelesaikan sengketa tanah. Platform ini memungkinkan akses informasi yang transparan dan dapat diakses oleh semua pihak yang terlibat dalam konflik.

Pentingnya Peran Masyarakat Sipil dalam Mengawal Kebijakan Agraria

Masyarakat sipil memainkan peran penting dalam mengawal kebijakan agraria dan memperjuangkan hak-hak masyarakat atas tanah. Organisasi masyarakat sipil dapat melakukan advokasi, edukasi, dan pengawasan terhadap kebijakan pemerintah yang terkait dengan agraria.

  • Contohnya, [nama organisasi] yang fokus pada isu agraria telah melakukan berbagai upaya untuk memperjuangkan hak-hak masyarakat adat, seperti melakukan pendampingan hukum, mengadvokasi kebijakan, dan melakukan kampanye publik.

Tantangan dan Peluang ke Depan

Meskipun sudah ada kemajuan dalam reformasi agraria, perjalanan menuju keadilan agraria di Indonesia masih panjang dan penuh tantangan. Keadilan agraria bukan hanya tentang kepemilikan tanah, tetapi juga tentang akses terhadap sumber daya, kesempatan, dan kehidupan yang layak bagi semua warga negara. Perjalanan ini membutuhkan komitmen kuat dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat sipil, dan sektor swasta, untuk memastikan bahwa setiap warga negara dapat merasakan manfaat dari tanah dan sumber daya yang ada.

Tantangan yang Dihadapi

Beberapa tantangan yang dihadapi dalam mewujudkan keadilan agraria di Indonesia meliputi:

  • Peraturan yang rumit dan tumpang tindih: Sistem pertanahan di Indonesia masih kompleks dan penuh dengan peraturan yang tumpang tindih, membuat proses pengurusan tanah menjadi rumit dan memakan waktu. Hal ini seringkali menjadi kendala bagi masyarakat, terutama bagi kelompok marginal, dalam mengakses dan mengelola tanah mereka.
  • Korupsi dan Kolusi: Korupsi dan kolusi dalam sistem pertanahan masih menjadi masalah serius. Praktik ini seringkali merugikan masyarakat, terutama masyarakat adat dan petani kecil, yang tidak memiliki akses dan kemampuan untuk melawan praktik tersebut.
  • Konflik Agraria: Konflik agraria masih sering terjadi di berbagai wilayah di Indonesia. Konflik ini biasanya muncul karena perebutan hak atas tanah, sumber daya, dan lahan, yang melibatkan berbagai pihak, termasuk pemerintah, perusahaan, dan masyarakat adat.
  • Keterbatasan Akses terhadap Informasi: Masyarakat, terutama kelompok marginal, seringkali tidak memiliki akses terhadap informasi mengenai hak-hak mereka, peraturan pertanahan, dan proses penyelesaian sengketa agraria. Hal ini membuat mereka rentan terhadap manipulasi dan eksploitasi.
  • Kurangnya Kapasitas dan Sumber Daya: Lembaga pemerintah dan masyarakat sipil yang menangani masalah agraria seringkali kekurangan kapasitas dan sumber daya untuk menjalankan tugas mereka secara efektif. Hal ini menyebabkan proses penyelesaian sengketa agraria menjadi lambat dan tidak adil.

Peluang untuk Meningkatkan Keadilan Agraria

Meskipun menghadapi berbagai tantangan, terdapat beberapa peluang yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan keadilan agraria di Indonesia, antara lain:

  • Peningkatan Akses terhadap Informasi: Meningkatkan akses masyarakat terhadap informasi mengenai hak-hak mereka, peraturan pertanahan, dan proses penyelesaian sengketa agraria melalui berbagai platform, seperti website, media sosial, dan pelatihan.
  • Penguatan Lembaga Agraria: Memperkuat lembaga agraria, baik di tingkat pusat maupun daerah, dengan meningkatkan kapasitas dan sumber daya mereka, serta memberikan mereka kewenangan yang lebih besar dalam menyelesaikan sengketa agraria.
  • Peningkatan Partisipasi Masyarakat: Memberdayakan masyarakat, terutama kelompok marginal, untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan terkait kebijakan agraria, serta memberikan mereka akses terhadap mekanisme penyelesaian sengketa agraria yang adil dan transparan.
  • Pengembangan Teknologi: Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam proses pengurusan tanah, serta untuk memetakan dan memantau konflik agraria.
  • Peningkatan Kerjasama: Meningkatkan kerjasama antara pemerintah, masyarakat sipil, dan sektor swasta dalam menyelesaikan konflik agraria, serta dalam membangun sistem pertanahan yang adil dan berkelanjutan.

Rekomendasi untuk Meningkatkan Keadilan Agraria di Indonesia

No. Rekomendasi
1. Menerbitkan peraturan perundang-undangan yang jelas, sederhana, dan mudah dipahami oleh masyarakat, serta memastikan tidak adanya tumpang tindih dalam peraturan.
2. Meningkatkan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan dan pengurusan tanah, serta memberantas praktik korupsi dan kolusi dalam sistem pertanahan.
3. Memperkuat lembaga agraria di tingkat pusat dan daerah, dengan memberikan mereka sumber daya yang memadai dan kewenangan yang lebih besar dalam menyelesaikan sengketa agraria.
4. Meningkatkan akses masyarakat terhadap informasi mengenai hak-hak mereka, peraturan pertanahan, dan proses penyelesaian sengketa agraria melalui berbagai platform, seperti website, media sosial, dan pelatihan.
5. Memberdayakan masyarakat, terutama kelompok marginal, untuk terlibat dalam proses pengambilan keputusan terkait kebijakan agraria, serta memberikan mereka akses terhadap mekanisme penyelesaian sengketa agraria yang adil dan transparan.
6. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk meningkatkan efisiensi dan transparansi dalam proses pengurusan tanah, serta untuk memetakan dan memantau konflik agraria.
7. Meningkatkan kerjasama antara pemerintah, masyarakat sipil, dan sektor swasta dalam menyelesaikan konflik agraria, serta dalam membangun sistem pertanahan yang adil dan berkelanjutan.

Peran Teknologi dalam Menyelesaikan Konflik Agraria

Teknologi dapat menjadi alat yang efektif dalam menyelesaikan konflik agraria di masa depan. Beberapa contoh pemanfaatan teknologi meliputi:

  • Sistem Informasi Geografis (SIG): SIG dapat digunakan untuk memetakan kepemilikan tanah, mengidentifikasi wilayah konflik, dan memantau perubahan penggunaan lahan. Informasi ini dapat membantu dalam proses penyelesaian sengketa agraria dan mencegah terjadinya konflik baru.
  • Platform Online untuk Penyelesaian Sengketa: Platform online dapat digunakan untuk memfasilitasi dialog dan negosiasi antara pihak-pihak yang terlibat dalam konflik agraria. Platform ini juga dapat digunakan untuk mengumpulkan bukti dan dokumentasi yang diperlukan dalam proses penyelesaian sengketa.
  • Sistem Monitoring dan Evaluasi: Teknologi dapat digunakan untuk memonitor dan mengevaluasi efektivitas kebijakan agraria, serta untuk mengidentifikasi area yang membutuhkan perhatian khusus. Informasi ini dapat membantu dalam merumuskan strategi yang lebih efektif untuk mencapai keadilan agraria.